Sudah lupa ujung pangkalnya, tapi suatu ketika saya mengatakan di kelas:
“Belajar/kuliah itu bukan se-mata² utk mendapatkan ijazah sbg syarat melamar pekerjaan” sebuah kalimat yg sangat naive dibalik kenyataan saat ini dimana seseorang tdk akan mendapat kerjaan tanpa memiliki ijazah yg mumpuni.
“Belajar/kuliah itu bukan se-mata² utk mendapatkan ijazah sbg syarat melamar pekerjaan” sebuah kalimat yg sangat naive dibalik kenyataan saat ini dimana seseorang tdk akan mendapat kerjaan tanpa memiliki ijazah yg mumpuni.
Biar tambah ngaco, saya lanjutkan lagi:
“Kalau sekedar mencari harta, kita bisa sukses dgn relatif lebih mudah. Lihat saja warung sate yg laris di daerah puncak, atau dkt RS Pertamina, atau di bilangan Pancoran” penghasilan mrk puluhan juta/bulan. Apakah rahasia sate-nya sulit & rumit? saya rasa tidak, bumbunya kurang lebih sama:bawang, kecap, cabai & tomat. Hanya potongan satenya saja yg berbeda [lebih besar & empuk]. Atau contoh klise para pengusaha sukses yang bahkan tdk memiliki ijazah sarjana: Bill Gates, Bob Sadino, Mark Zuckerberg, dan sebarisan pengusaha sukses lainnya.
“Kalau sekedar mencari harta, kita bisa sukses dgn relatif lebih mudah. Lihat saja warung sate yg laris di daerah puncak, atau dkt RS Pertamina, atau di bilangan Pancoran” penghasilan mrk puluhan juta/bulan. Apakah rahasia sate-nya sulit & rumit? saya rasa tidak, bumbunya kurang lebih sama:bawang, kecap, cabai & tomat. Hanya potongan satenya saja yg berbeda [lebih besar & empuk]. Atau contoh klise para pengusaha sukses yang bahkan tdk memiliki ijazah sarjana: Bill Gates, Bob Sadino, Mark Zuckerberg, dan sebarisan pengusaha sukses lainnya.
Dasar dosen Matematika, sukanya berfikir ekstrim. Saya melanjutkan: tapi bagaimana jika semua orang hanya memikirkan utk menjadi kaya? Apakah menjadi kaya saja sudah cukup?… tiba² teringat akhir² ini betapa mudahnya masyarakat membenci, bermusuhan, saling curiga, berbohong, & saling fitnah. Begitu mudahnya media² & para pejabat di dalam & luar negeri menyajikan berita “setengah matang” lalu mengatur emosi masyarakat, bahkan dunia, memelintir fakta … mengapa dgn mudahnya ? …
Ahhh… terhentak tiba² imajiku terbawa membayangkan suatu ilusi masa lalu. Terbayang, suatu hari yg cerah, dgn semilir angin yg sejuk. Seorang ilmuwan tua dgn jenggot putihnya yg panjang, duduk dibawah pohon rindang, dgn sebuah buku ditangannya lalu dengan asyiknya menceritakan ilmunya kpd murid² yg duduk dgn manis disekitarnya, … mereka mendengarkan setiap petuah sang guru dgn sinar mata yg berbinar haus akan ilmu ….
Ahhh… tidakkah ilmu seindah & sesederhana itu ? … tidakkah ilmu adalah warna hidup ini? Bukankah tidak hanya perut ini yg lapar, tapi juga fikiran ini meminta makanannya? … Bagaimanakah mungkin kebahagiaan itu dtg tanpa pemahaman? … Bagaimanakah mungkin kekayaan itu membahagiakan jika hati & fikiran ini tak mampu utk memahami makna sejatinya?
Saat ini Indonesia tidak butuh membuat mobil yg terbang dijalan², atau merakit komputer hebat sekecil lalat, atau menembus planet Jupiter di kejauhan, atau mendirikan gedung megah yg fondasinya mencengkram inti bumi & atapnya menyentuh langit. Indonesia butuh masyarakat yg cerdas, yg hidup makmur dgn saling menghormati karena mengerti, mencinta karena memahami, berbahagia karena …. ilmu.
Dinginnya angin yg menusuk kulitku, membawaku kembali ke alam nyata… dengan lirih ku berdesah … “Ahhh … Seandainya ilmu, bukan karena ijazah ….”
“Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, maka diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu menjadi kering lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal” [Az Zumar:21]
#MingguYgDingin …19052013…[TES]®